Buncis di Banyumas bukan sekedar nama sayuran untuk lauk pauk. Buncis juga menjadi nama salah satu kesenian local setempat. Kesenian ini tersaji dalam bentuk seni pertunjukan rakyat. Pemain terdiri dari delapan orang yang menari sambil menyanyi, sekaligus menjadi musisinya. Dalam sajiannya keseluruhan pemain mengenakan kostum berupa kain yang dibuat menyerupai rumbai-rumbai menutup aurat. Sedangkan di kepalanya dikenakan mahkota yang terbuat dari rangkaian bulu ayam.
Para
pemain dalam pertunjukannya membawa alat musik angklung berlaras slendro.
Masing masing membawa satu buah alat musik yang berisi satu jenis nada yang
berbeda. Enam orang di antaranya memegang alat bernada 2 (ro), 3 (lu), 5 (ma),
6 (nem) 1 (ji tinggi) dan 2 (ro tinggi). Dua orang yang lain memegang
instrument kendhang dan gong bumbung. Dalam membangun sajian musical,
masing-masing pemain menjalankan fungsi nada sesuai dengan alur lagu balungan
gendhing. Dari permainan alat-alat musik yang demikian, mereka mampu menyajikan
gendhing-gendhing Banyumasan.
Hingga
saat ini seni buncis masih bertahan hidup di wilayah kecamatan Somagede,
tepatnya di Desa Tanggeran, Klinting, dan Sokawera. Semua berjumlah empat
kelompok, yaitu di Tanggeran terdapat dua kelompok, Klinting (satu kelompok),
dan Sokawera (satu kelompok). Hingga dasawarsa 1970-an, buncis masih bias
ditemukan di wilayah kecamatan Kemranjen dan Kebasen. Namun seiring dengan
perubahan jaman dari era tradisional-agraris ke modern teknologis, keberadaan
seni buncis di kedua kecamatan ini berangsur-angsur mengalami kepunahan.
0 Komentar