Selamat datang di blog Himasasi Unsoed... Semoga Anda dalam keadaan sehat dan bahagia... Terima kasih sudah berkunjung... Salam Sastra dan Salam Budaya...

Tari Ebeg: Kesenian Banyumasan


Ebeg merupakan salah satu kesenian berupa tari dari daerah Banyumas yang menggunakan boneka menerupai seperti kuda, yang terbuat dari anyaman bambu dan bagian kepalanya diberi ijuk sebagai rambut. Tarian ebeg di daerah Banyumas menggambarkan prajurit perang yang sedang menunggang kuda. Gerak tari yang menggambarkan kegagahan diperagakan oleh pemain ebeg.

Kesenian ebeg ini sudah ada sejak abad ke-9, tepatnya ketika manusia mulai menganut aliran kepercayaan animisme dan dinamisme. Salah satu bukti yang menguatkan ebeg dalam jajaran kesenian tua adalah adanya bentuk-bentuk in trance (kesurupan) atau wuru. Bentuk-bentuk seperti ini merupakan ciri dari kesenian yang terlahir pada zaman animisme dan dinamisme.

Lagu-lagu yang dinyanyikan dalam kesenian ebeg ini, banyak berkisah tentang kehidupan keseharian masyarakat tradisional, wejangan dan bercerita tentang ebeg itu sendiri. Dan lagi, Kesenian ebeg ini hampir kesemuanya menggunakan logat Bahasa Jawa Ngapak Banyumasan. Beberapa contoh lagu-lagu dalam Ebeg yang sering dinyanyikan adalah Sekar Gadung, Eling-Eling, Ricik-Ricik Banyumasan, Tole-Tole, Waru Doyong, Ana Maning Modele Wong Purbalingga dan lain-lain.

Kesenian Ebeg, biasanya digelar untuk acara acara seperti hajatan untuk mantu atau mengkhitankan anak laki-laki. Disamping itu, Kesenian Ebeg juga digelar pada upacara-upacara pada bulan Suro, bagi yang hidup dipesisir pantai, biasanya untuk rangkaian acara sedekah laut, dan bagi masyarakat yang berada jauh dari pantai, Ebeg juga digelar untuk acara Sedekah Bumi. Namun, dengan kemajuan Zaman, pagelaran Ebeg ini sekarang bisa digelar kapanpun, tidak hanya untuk upacara-upacara tertentu.

Layaknya sebuah pagelaran, Kesenian Ebeg juga memberikan sebuah atraksi yang memberikan kekaguman tersendiri. Atraksi ini diawali dengan tarian awal, yang menampilkan beberapa penari Ebeg dengan lemah gemulai tubuhnya diiringi musik gamelan.  Atraksi berikutnya adalah Babak Janturan. Di sini, Pemain akan "Mendem" atau "Wuru" (kesurupan).

Bentuk atraksi pada babak ini seperti misalnya makan Beling atau pecahan kaca, makan dedaunan yang belum matang, makan daging ayam yang masih hidup, berlagak seperti monyet, ular, dan lain-lain.

Atraksi in trance ini hanya dimainkan oleh pemain yang memiliki "indang" atau "pembantu".
Masing-masing pemain memiliki varian indang yang berbeda. Di antaranya indang kethek (monyet), yang mengantarkan pemain pada kondisi in trance meniru perilaku monyet. Indang jaran, indang mayid, indang macan dan lain-lain.

Kesenian Ebeg biasanya ditampilkan sambil diiringi musik calung Banyumasan atau gamelan banyumasan. Ditabuh oleh Nayaga atau pengiring yang sudah menyatu dengan para penarinya.

Pada awalnya, Kesenian Ebeg hanya diiringi dengan alat musik yang disebut Bendhe. Alat musik ini memiliki ciri fisik seperti gong, tapi memiliki ukuran yang lebih kecil dan terbuat dari logam. Kemudian peralatan musik lain adalah Gendhing Banyumasan pengiring seperti kendang, saron, kenong, gong dan terompet.

Posting Komentar

0 Komentar