“Kita adalah tetes-tetes air
dengan segala kisah didalamnya”
(Kisah Setetes Air)
KISAH SETETES AIR
Karya: Intan Amalia Latifah
Baturraden, 31 Maret 2019
Air.
Apa yang istimewa dari setetes air? Apa yang menakjubkan dari setetes air? Apa yang indah dari setetes air? Apa yang membuat air begitu berarti? Dan, apa yang membuat air menjadi saksi dari setiap sejarah?
Tak pernah kutahu sebelumnya, bahwa setiap tetes air mempunyai kisahnya. Jawaban dari pertanyaan itu akan terungkap saat kau memandang air sebagai air. Baru kutahu kisah itu setelah...
💦💦❄💦💦
Saat aku bimbang dan berpikir aku tak berguna. Bahwa ada atau tidak adanya aku pun tak berpengaruh apa-apa. Aku bimbang dan terpuruk, bertanya-tanya, "Apa aku pantas?" berulang-ulang hingga akhirnya aku menuliskannya diselembar kertas. Tak aku sangka akan ada yang mengetahuinya, mengetahui apa yang tertulis di selembar kertas itu dan menjawabnya.
"Kamu pantas, Tan. Karena kamu tokoh uama dalam hidupmu."
Rhanoct, temanku yang kuliah Farmasi dan menggemari hal-hal berbau Jepang inilah yang menjawabnya. Entah sejak kapan dia berubah menjadi sebijak itu. Mungkin setelah ia bergaul dengan sabar dengan buku-buku Farmakope yang tebalnya minta ampun itu. Rhanoct kemudian menggambarkan bentuk yang tidak kukenal, yang tampak seperti sebuah lingkaran.
"Kamu ingin mengatakan kalau dunia ini seperti roda yang berputar? Ada saatnya diatas dan ada saatnya dibawah?" Komentarku saat itu.
"Bukan. Ini adalah sebuah lingkaran yang berputar, tapi bukan seperti filosofi roda yang seperti kau maksud. Maksud dari gambar ini kira-kira adalah ‘yang menanam akan menuai.’ Atau bisa dibilang juga seperti air." Lanjutnya.
Setelah itu kita berdebat panjang lebar tentang lingkaran, hukum tanam-tuai dan juga air. Aku tak mengerti cara pemikirannya.
Aku masih tak paham. Setelah itu takdir membawaku pada sebuah tempat bernama Panti Kuncup Mas, tempat tinggal temanku Melani. Panti itu milik almarhumah Ibu Endah, salah satu guru Bahasa Indonesia di SMA tempatku menuntut ilmu, yang wafat karena penyakit kanker. Semasa hidupnya Ibu Endah selalu mengatakan bahwa hidup itu harus bahagia dan bersyukur agar selalu sehat. Beliau orang yang sangat baik, aku tau itu. Tentu waktu aku ke panti itu almarhumah Ibu Endah masih hidup dan menjalani terapinya juga masih mengajar.
Di panti itu aku menemukan sebuah buku dengan sampul biru, agak sedikit robek dan beberapa halamannya saling menempel karena mungkin kehujanan atau tersiram air lalu dibiarkan hingga kering. Buku itu memang sudah agak rusak, namun masih bisa terbaca tulisan-tulisan didalamnya.
Kubuka perlahan buku itu karena aku penasaran--tentu setelah mendapat izin dari Melani--agar buku itu tak bertambah parah rusaknya. Judulnya The True Power Of Water dan ada sub judul di bawahnya yang bertuliskan 'HADO' (Hasiat Air Dalam Olahjiwa) dan di sampul barunya ada gambar beberapa gelembung air dan gambar seperti kristal es atau snowflake. Salah satu dari sekian buku ilmiah karangan Masaru Emoto.
Kubuka-buka dan kutemukan banyak gambar, buku ini memang lebih banyak gambar daripada tulisa. Kesimpulanku buku ini bukan fiksi karena bahasanya seperti baku namun tidak kaku dan gambar-gambar ini tentu tak ada dalam novel manapun.
Kubaca lebih lanjut, walau ada juga beberapa yang tidak bisa aku baca karena halamannya saling menempel dan jika aku berusaha membukanya maka akan robek. Rupanya gambar-gambar itu untuk membantu menjelaskan dan sebagai bukti dari apa yang penulis itu lakukan tentang air.
Ada banyak gambar kristal air dengan bentuk, warna, dan keterangan yang berbeda-beda. Banyak yang berbentuk indah namun ada juga yang tidak berbentuk kristal air tapi malah lebih menyerupai buih air dan ada yang tak beraturan dan ada lagi yang memang tak bisa membentuk kristal air. Dan itu ada sebabnya.
Betapa menakjubkan kristal-kristal air itu. Profesor Masaru Emoto yang mendedikasikan hidupnya pada penelitian mengenai air. Tentang bagaimana air bisa menyembuhkan penyakit, dilihat dari air yang ternyata dapat terpengaruhi oleh apa yang ada disekitarnya. Tentang respon air terhadap kata-kata doa, ucapan terima kasih, pujian, penghargaan, ungkapan syukur dan cinta yang ternyata berdampak sangat baik pada air sehingga dapat memunculkan sebuah formasi kristal air yang hanya bisa ditangkap oleh kamera berkecepatan tinggi saat air itu membeku.
Dan sebaliknya, saat air itu didekatkan pada benda elektronik yang memancarkan gelombang radiasi--diletakkan didekat televisi yang menyala misalnya-- atau saat air itu terpapar polusi suara berupa kata-kata kasar, makian, atau keluhan, maka jangankan kristal air bisa terlihat, hanya seperti buih atau bahkan larutan minyak yang ada. Intinya terlihat suram dan buruk. Susunan mineral dalam air itu berubah menjadi tidak baik sehingga jika masuk ke tubuh pun akan memberikan pengaruh buruk. Jadi, bukan hanya air yang jernih, tak berbau, tak berwarna yang menjadi kriteria dan syarat air disebut berkualitas baik, tapi juga bagaimana kita memperlakukan air tersebut sebelum diminum dan dimanfaatkan lebih lanjut. Juga karena apa yang masuk dalam tubuh kita itu berpengaruh, apa lagi jika dikonsumsi secara jangka panjang.
Di lain waktu.
"Geografi itu sendiri tubuh manusia. Bumi itu seperti tubuh manusia. Selalu mengalami suatu putaran siklus yang akan tiba pada waktunya. Misalnya siklus hidrologi, proses terjadinya hujan atau siklus air." itu kata guru Geografiku waktu SMA. Tentang siklus, itu memang benar. Semua dalam hidup ini memiliki sebuah siklus yang akan berputar. Dan aku mengerti arti lingkaran Rhanoct, itulah siklus, berputar, memiliki hubungan timbal balik, dan saat satu dari bagian lingkaran itu bermasalah maka akan menimbulkan permasalahan pada bagian selanjutnya setelah itu.
Mungkin kita juga setetes air, yang dapat berubah struktur mineralnya saat terkena suatu hal, namun tetap yang menentukan adalah esensi dari air itu sendiri yaitu diri kita sendiri menggunakan anugerah Tuhan berupa akal dan hati. Seperti untuk menuju baik kita harus menempunya dengan jalan yang baik pula. Bisa jadi teori terbaik tentang adaptasi itu adalah air, menyatu dalam wadah apapun namun tak pernah melupakan esensinya sebagai benda cair.
Teori tentang air bukan bisa dihitung dengan jari saking banyaknya, dan jangsn lupa bahwa setiap orang bisa menemukan teorinya sendiri dan akan selaluada pengecualian dalam segala hal.
Kita adalah tetes-tetes air dengan segala kisah didalamnya. Dan tak akan menjadi hujan jika tak ada tetes-tetes air, kita pasti bermanfaat sekecil apapun itu, kita pasti bermanfaat. Kita semua penting. Benar kata Rhanoct, kita adalah tokoh utamanya dalam hidup kita, bagaimana sang tokoh utama tidak punya andil itu mustahil.
Tuhan menciptakan kita bukan tanpa tujuan, perjumpaan kita pun bagian dari takdir Tuhan. Mungkin ini bisa jadi hanya masalah sudut pandang, tapi jangan lupa bahwa sudut pandang mempengaruhi bagaimana cara kita untuk merespon dan bertindak atas keadaan yang memang harus kita hadapi ini. Begitulah kita, manusia, hidup.
Jika ada masalah, yang pertama harus diubah itu cara pemikiran kita. Setidaknya itu kesimpulanku. Aku sekarang sadar bahwa setiap diri itu penting dan setiap makhluk di dunia ini saling memandang dengan penilaian.
Setelah kau membaca buku karya Masaru Emoto yang telah diterjemahkan dalam 24 bahasa ini, kau tak akan memandamg memandang air denganpandangan yang sama lagi, tak akan memandang diri yang bagai setetes air ini dengan pandangan yang sama lagi.
Selesai
Purwokerto, 18 Juli 2019 (Revised)
0 Komentar