Selamat datang di blog Himasasi Unsoed... Semoga Anda dalam keadaan sehat dan bahagia... Terima kasih sudah berkunjung... Salam Sastra dan Salam Budaya...

AKU PULANG

Penulis: Fishanida


“Inky, aku pulang!” 

Hiro melepas sepatunya dan bergegas masuk ke dalam rumah. Sudah menjadi kebiasaan bagi laki-laki itu untuk mengabari anjing kesayangannya setiap pulang dari kantor. Rumah Hiro yang sepi menjadi lebih ramai setelah kakak perempuannya mengadopsi seekor Rottweiler untuk menjaga rumah. Ah, betapa senang hatinya bila mengingat kibasan ekor Inky yang bersemangat untuk bermain dengannya. Anjing ramah itu selalu menjadi alasan terbaiknya pulang ke rumah setelah hari yang panjang.

Sesudah berganti pakaian, Hiro mengambil tali tuntun dan harness cokelat milik Inky. Ia memulai rutinitas sorenya bersama si sahabat berbulu dengan peregangan sebelum jalan-jalan. Hiro melingkarkan tali tuntun Inky di pergelangan tangan dan memegangnya dengan erat. Laki-laki itu selalu menceritakan harinya di kantor pada Inky. Entah apakah Inky memahaminya atau tidak, yang anjing itu tahu hanyalah betapa senang ia menghabiskan waktu bersama sahabatnya setelah Hiro pulang kerja.

“Lihat! Ada kupu-kupu!” Hiro menunjuk ke arah kupu-kupu biru yang hinggap di setangkai bunga kuning. Laki-laki itu tahu betul kalau Inky sangat suka melihat kupu-kupu, jadi ia sengaja mampir ke taman. 

Saat berjalan-jalan, beberapa tetangga kerap menyapa dan tak sedikit di antara mereka yang menatap Hiro dengan tatapan aneh. Laki-laki itu tak menghiraukannya dan tetap melanjutkan jalan-jalan sorenya. Ia terus menceritakan betapa mengesalkan harinya di kantor, dan beberapa kejadian lucu saat dalam perjalanan pulang. Tentu saja ia tak lupa untuk memberitahu Inky betapa ia menyayangi dan merindukan anjing kecil itu.

“Inky kesayangannya siapa?” Hiro tersenyum, lalu menjawabnya sediri. “Inky kesayangan Kak Hiro!”

Saat bersama Inky, Hiro tak pernah merasa takut akan hari esok. Ia terlalu senang untuk memikirkan apa yang mungkin terjadi di masa depan dan hanya fokus melakukan hal-hal menyenangkan untuk dikenang suatu hari nanti. Laki-laki itu selalu punya alasan untuk bahagia bersama Inky. Tingkahnyaa yang lucu—dan terkadang konyol, sikapnya yang selalu penasaran, selalu ingin ikut serta di segala kegiatan yang dilakukan Hiro, juga rengekan manjanya saat ingin dibelai oleh teman baiknya.

Hari demi hari berlalu. Rasa sayang Hiro untuk Inky tak pernah berkurang. Laki-laki tu selalu ingin pulang lebih cepat untuk mengajak anjing kesayangannya jalan-jalan sore. Namun pada suatu hari, ia tak menemukan tali kekang dan harness Inky. Panik, Hiro segera menemui kakaknya di halaman belakang.

“Kakak,” panggil Hiro. “Lihat tali Inky, enggak?”

Kakaknya menghela napas dan berdiri, “Udah waktunya kamu berhenti, Hiro.”

Hiro mengernyitkan dahinya, “Kenapa?”

“Kamu begini terus sejak tiga bulan lalu. Kakak bosan menanggapi tetangga-tetangga yang melihatmu.”

“Memangnya kenapa? Biarkan saja. Toh mereka sudah sering bertanya,” laki-laki itu mengedikkan bahunya acuh.

“Kamu pikir Inky senang kalau kamu terus begini?” Kakaknya mulai kehilangan kesabaran. “Bukan cuma kamu yang sedih, kakak juga, tapi hidup harus terus berjalan kan? Kamu enggak bisa terus-terusan begini.”

Hiro mendengus kesal. Dadanya kembali terasa sesak setiap kali mengingat sesuatu yang belum bisa diterimanya.

“Aku enggak tahu gimana cara kakak melewati sedihnya kehilangan Inky, tapi buat aku, Inky itu sahabatku!” Matanya mulai berkaca-kaca. Ia lekas mengusap air matanya sebelum jatuh ke pipi. “Memangnya kakak tahu gimana rasanya kehilangan sahabat tapi enggak punya siapa-siapa buat dipeluk?”

Kekesalannya memuncak bercampur kesedihan dan sakit hati yang selama ini ia simpan. Kata-kata yang ia ucapkan mengalir begitu saja seperti bendungan yang jebol.

“Waktu Inky pergi, kakak enggak peluk atau menenangkanku sama sekali. Padahal kakak tahu seberapa sedihnya aku hari itu—atau mungkin memang kakak enggak tahu, bahkan nggak peduli. Kakak selalu marah setiap dengar aku menangisi Inky, kan?! Kakak selalu bilang kalau kakak pusing mendengar isakanku. Kakak selalu iri karena aku lebih banyak menghabiskan waktu sama Inky daripada kakak, tapi nyatanya kakak sendiri selalu menghakimi aku kalau aku cerita, kan?”

Kalimat Hiro menghujani hati kakaknya dengan perasaan bersalah. Ia benar. Selama ini Hiro dan kakaknya memang denial atas kepergian Inky, hanya cara mereka melewatinya yang berbeda. Kakaknya selalu menyibukkan diri dengan pekerjaan hingga ia melupakan kesedihannya, sedangkan Hiro tetap melakukan rutinitasnya seolah Inky masih ada bersamanya.

Pada akhirnya mereka sepakat untuk tetap mengenang anjing manis itu dengan memasang harness dan kalungnya pada sebuah replika berbentuk anjing yang sangat mirip dengan Inky. Sang kakak tetap menyibukkan diri dan Hiro masih sering mengucapkan kata-kata favorit Inky.

“Inky kesayangan siapa? Inky kesayangan Kak Hiro!” 

Bahkan setiap sore pun laki-laki itu tetap bersikap seolah Inky menunggunya di rumah.

“Inky, aku pulang!"

Posting Komentar

0 Komentar